e.r.i.c.s.a.m on media

'a shelter' by: a little journalist

My Photo
Name:
Location: Jakarta,, DKI Jakarta, Indonesia

I am originally from Indonesia. I was a journalist and a construction supervisor for Oil and Gas Company. Now, I am an employee of IT company in Jakarta (ga nyambung ya?hihihi). I currently reside in East Jakarta I hope there is more than 24 hours in a day. Because, I do not think that I have done a lot for my life and for everyone around me. These are my words, memories, experiences, and feelings that I intend to share in these pages. Please enjoy your self...

Saturday, December 24, 2005

Berjaga di Garis Perbatasan

Image Hosted by ImageShack.us
OPICK
Imam Sukamto/Gatra

SELAIN Jefri Al-Buchori, yang meroket pada Ramadan ini adalah Aunur Rofik Lifirdaus, akrab dipanggil Opick. Ketenaran keduanya dimanfaatkan sebuah perusahaan suplemen sebagai bintang iklan. Meski berbeda --Jeffry beken sebagai da'i dan Opick sebagai musikus-- keduanya senapas. "Kami lagi berjaga-jaga di garis perbatasan," kata pria kelahiran 16 Maret 1974 itu.

Ia membandingkan dirinya dengan Raihan, yang disebutnya banyak ditujukan kepada orang yang sudah berada "di dalam masjid". Musiknya sebaliknya. Ia ingin mengundang yang di luar, yang pemahaman Islamnya masih kurang untuk masuk. Dengan memilih peran seperti itu, "isi" bukanlah sesuatu yang utama. Yang terpenting, bagaimana "komunikasi" bisa dibangun.

Lagu-lagu Opick kini banyak dipakai sebagai lagu tema sinetron "dalam rangka" Ramadan di berbagai stasiun televisi. Toh, ia masih bingung, apakah musiknya Islami atau bukan. "Saya dipanggil nasyid mualaf," katanya. Ia menegaskan tak mau terjebak dalam pengategorian seperti itu.

Kata dia, jika terus-menerus memperdebatkan musik Islami seperti apa, nantinya tak ada yang mau bermain musik. Ia menganalogikan musik layaknya pisau: bisa digunakan untuk hal-hal yang baik, bisa juga sebaliknya. "Musik religi macam yang dibawakan Raihan memang bisa menyentuh. Tapi hardcore juga bisa menyentuh," ia menegaskan.

Sama seperti Jeffry, Opick kini kebanjiran order. Undangan manggung di luar negeri berdatangan. Seperti Berlin, Hamburg, dan tur di beberapa kota Asia. Rencananya, Opick akan membuat konser pada tahun depan. Paling tidak, lima kota besar akan disambanginya. Hanya saja, ia masih menemui kendala untuk mewujudkannya. Terutama mencari personel band pendukung.

Sukses Opick di jalur gambus sudah diramalkan orang pintar di kampung halamannya di Jember, Jawa Timur, ketika Opick masih duduk di bangku sekolah menengah. Opick saat itu hanya tertawa. Sukses di jalur musik memang jadi cita-citanya. Tapi tidak dalam aliran itu. "Lha, wong gue main di (aliran) rock n roll, kok," katanya.

Ternyata orang pintar itu betul. Setelah menamatkan SMA pada 1992, Opick merantau ke Jakarta. Dia ingin mengibarkan namanya di panggung rock n roll. Berbagai demo album sampai album beneran dibuat, hasilnya tak ada. Malah, ketika menawarkan ke sebuah produser, ia ditolak dengan cara yang tak bisa dilupakannya. "Lagu kamu bagus. Tapi tampang kamu kurang Syahrul Gunawan," kata orang itu, seperti dituturkan Opick kembali kepada Gatra. Untuk mengongkosi hidupnya, dia memberi les vokal dengan bayaran alakadarnya.

Di ujung asa, pada 2004, Agus Idwar, personel grup nasyid Snada, lewat A&R Forte Records menawari suami Dian Firdaus itu untuk menyanyikan Tombo Ati dalam album kompilasi "Tausyiah Dzikir dan Nasyid Ustadz Arifin Ilham". Opick diminta megaransemen ulang agar beda dengan yang pernah dibawakan Emha Ainun Nadjib lewat Kyai Kanjeng.Tombo Ati adalah tembang yang kerap dibawakan Sunan Kalijaga saat menyebarkan Islam di Jawa. Konon, tembang itu merupakan saduran dari syair Ali bin Abi Thalib. Bocah-bocah kerap melantunkannya selepas azan di surau-surau. Budaya menyanyikan pujian saat "menunggu" imam itu lazim mewarnai musala di pedesaan Jawa.

Opick diminta mengaransemen ulang. Tawaran itu tidak langsung diterima. "Berat! Secara perilaku, saya belum ke arah situ," kata Opick mengenang. Untuk memutuskan itu, Opick mendiskusikannya dengan beberapa ulama. Setelah diberi nasihat, akhirnya ia memutuskan untuk menerimanya. "Saya nggak menyangka kalau Tombo Ati bisa disukai," kata Opick.

Lagu itu menjadi populer setelah dijadikan lagu tema Ramadan pada 2004 di salah satu stasiun televisi. Publik menyukai lagu itu tanpa tahu sosok yang menyanyikannya. Opick pernah punya pengalaman ketika naik panggung "Pesta'' Indosiar. Itulah penampilan perdananya di depan publik. Tidak seorang pun memperhatikannya. Orang seakan saling berbisik dan bertanya, "Siapa sih orang yang di atas panggung itu." Tapi semua berubah ketika Opick mendendangkan Tombo Ati di depan mereka.

Lagu itu kini menjadi andalan album ''Istighfar'' yang mengguncang blantika musik Tanah Air. Petikan lagu itu banyak menghiasai tayangan televisi, diputar di mal-mal, pusat pertokoan, radio-radio, bahkan di ringtone telepon genggam. Alexandria yang dilantunkan Peterpan pun lewat. Padahal, grup musik asal Bandung itu tengah moncer-moncer-nya. Sejak memasuki Ramadan, album Opick menyalip penjualan album Peterpan, "Alexandria".

Sejak diluncurkan pada Juni 2005, ternyata album religius itu sudah menembus penjualan 410.000 keping. Atas perolehan yang cukup tinggi itu, Opick berhak menggondol double-platinum yang diserahkan label Nadahijrah (Forte Records) di Tee Box Resto, Jakarta, awal Oktober silam. ''Saya surprised, gembira dan terharu. Apalagi saya mendapat platinum,'' katanya.

Dalam merilis albumnya, Opick menggandeng musisi kawakan. Seperti Gito Rollies yang berkolaborasi dalam Cukup Bagiku. Dia juga berduet dengan Ustad Jeffry Al-Buchori, membawakan Ya Robbana. Penyanyi cilik Amanda juga diajaknya melantunkan Alhamdulillah.

Setelah populer, Opick terbebani dengan perlakuan orang yang dianggapnya berlebihan. Dari memanggil namanya dengan embel-embel ustad atau syekh sampai cium tangan segala. "Saya hanya mau mengolah sebaik-baiknya apa yang sudah saya dapat. Tidak mau muluk-muluk dan banyak mimpi," katanya.

Ia mengaku lebih rileks menjalani hidup setelah menjadi penyanyi religi. Rezeki terus mengalir. Sekarang Opick sudah bisa naik haji dan mencicil rumah. Beratnya naik dari 45 kilogram ke 65 kilo dalam lima tahun. Makannya, dari sehari cuma dua kali, kini sudah tiga kali. "Modal saya ini," kata Opick menunjuk dengkulnya. "Yang penting ada kemauan dan istikamah."

Rohmat Haryadi dan Eric Samantha

(Rubrik Laporan Utama Gatra, No. 50 Tahun XI # 29 Oktober 2005)

Hitam-Putih Ustad Jefri

Dulu ia mengaku “duta setan” di dunia. Kini mengajak anak muda ke jalan Ilahi. Pertama kali ceramah diberi honor Rp 35.000.

Image Hosted by ImageShack.us
JEFRI AL-BUCHORI DAN ISTRI, PIPIK DIAN IRAWATI
Ivan N. Patmadiwira/Gatra

JEFRI Al-Buchori pernah bermimpi cukup aneh. Ia berdiri di puncak satu tangga bersama anak kecil. Ia melihat dunia luluh lantak. Beberapa malam kemudian, gambaran seolah-olah dunia mau kiamat mampir dalam mimpinya. Perasaan takut mati datang mendera.

Tidur pun tak pernah nyenyak. Rasanya seperti disiksa. Berulang kali terbangun dengan napas sesak. Sempat juga dalam mimpinya ia didatangi sesosok makhluk teramat indah yang tak terlukiskan dengan kata-kata. "Sepertinya, mimpi itu isyarat sebelum gue dapat hidayah," kata Uje, begitu ia disapa. Waktu itu, usianya masih 27 tahun.

Tak lama setelah itu, suatu hari di tahun 2000, kakaknya (almarhum) harus meninggalkan Tanah Air untuk menjadi imam besar sebuah masjid di Singapura. Padahal, serentetan jadwal khotbah di masjid-masjid dekat rumahnya, di wilayah Pangeran Jayakarta, Jakarta, harus tetap diisi. Akhirnya, Uje-lah yang diberi amanat menggantikannya.

Ia berdakwah pertama kali di sebuah masjid di Mangga Dua. Pipik Dian Irawati, istrinya, menuliskan teks dakwah yang mesti disampaikan saat itu. Hasilnya, honor ceramah sebesar Rp 35.000 dia bawa pulang dan langsung diberikan kepada istrinya. "Inilah rezeki halal pertama yang saya kasih ke kamu," kata Uje kepada Pipik, sambil terisak-isak.

Perjalanan dakwah Uje tak berlangsung mulus. Pada sebuah kesempatan, imam masjid dekat rumahnya meminta dia jadi imam. Ia memberi kepercayaan karena tahu Uje bagus membaca ayat suci Al-Quran.

Tapi, apa yang terjadi? Jamaah masjid itu bubar. Tidak mau diimami oleh Uje. "Ngapain salat diimami sama tukang mabok," kata seorang jamaah, yang dituturkan kembali oleh Pipik. Uje sempat down kala itu. Ia berpikir, menjadi imam saja bubar, gimana mau berdakwah. Keluarga mendorongnya untuk terus maju.

Pria kelahiran Jakarta, 12 April 1973, ini memiliki masa lalu kelam. Masa kecil dan remajanya dihabiskan di daerah Pangeran Jayakarta. Lingkungannya amat dekat dengan bar dan diskotek. Untunglah, anak ketiga dari lima bersaudara ini berada di lingkungan keluarga yang taat agama.

Semasa sekolah, Uje amat menyenangi pelajaran agama dan kesenian. Bahkan, sewaktu sekolah di SD 07 Karang Anyar, Uje tidak sempat merasakan bangku kelas IV. Ia loncat dari kelas III ke kelas V. Selepas SD, Uje dan kakaknya masuk ke sebuah pesantren modern di Balaraja, Tangerang. Orangtuanya ingin mereka lebih mendalami pelajaran agama.

Namun, di pesantren itu, Uje terbilang nakal. Saat teman-temannya menunaikan salat, ia diam-diam tidur. Atau kabur dari pesantren untuk main dan nonton di bioskop. Meski sering ketahuan, Uje tak pernah jera. Di situlah Uje dianggap memiliki kepribadian ganda. Di satu sisi, ia senang sekali membaca Al-Quran. Di sisi lain, tak bisa menolak bila diajak nakal.

Uje sempat terjerat obat-obatan terlarang. Hampir segala produk kemaksiatan pernah dicobanya. "Gue itu dulu dutanya setan di dunia," ujarnya. Puncaknya, Uje keluar dari pesantren. Mestinya ia menempuh pendidikan itu selama enam tahun. Tapi hanya empat tahun yang ia jalani. Kemudian orangtuanya memasukkan Uje ke sekolah aliyah (setingkat SMA). Eh, malah kenakalannya makin menjadi-jadi.

Lulus SMA pada 1990, pendidikan formalnya dilanjutkan ke bangku akademi broadcasting di daerah Rawamangun. Sialnya, persis di depan kampus, terletak sebuah wahana bilyar. "Kuliah gue nggak selesai karena main bilyar melulu," katanya.

Di sela-sela "kesibukannya" main bilyar, Uje kerap menyempatkan diri nongkrong di Institut Kesenian Jakarta. Ia iseng mengamati para pemain sinetron. Di kala para pemain sinetron sedang latihan, kadang-kadang Uje menggantikan salah satunya. Ia pun ikut casting dan mendapat peran.

Salah satu sinetron yang sempat dibintanginya adalah Pendekar Halilintar. Karier sebagai pemain sinetron terus dijalaninya hingga ia merasa mantap di dunia itu. Apalagi, Uje pernah dinobatkan sebagai pemeran pria terbaik dalam Sepekan Sinetron Remaja yang diadakan TVRI pada 1991.

Pada saat-saat tak menentu itu, datang Pipik, seorang model gadis sampul majalah Aneka tahun 1995 asal Semarang, Jawa Tengah. Meski Uje masih berstatus sebagai pecandu, Pipik bersedia dinikahi siri pada 9 September 1999. Dua bulan kemudian, mereka menikah resmi di Semarang. "Tatapan matanya yang tajam dan karismanya membuat saya jatuh hati," ujar Pipik, tersipu-sipu.

Sekarang Uje jadi sosok idola dan dikagumi. "Tidak percaya kalau berubahnya akan sejauh ini," ungkap Pipik. RI-1 termasuk yang memperhatikannya. Lewat Setneg, Uje diminta SBY memberi ceramah dalam sebuah acara di Kawasan Jababeka pada 12 Oktober lalu. Tapi Uje berhalangan hadir karena sudah ada jadwal ke Yogyakarta terlebih dahulu.

Ketika menghadiri acara penyerahan penghargaan pembayar pajak ke-10 juta, SBY membisikkan sesuatu pada saat bersalaman dengannya. "Tanggal 12 kemarin, Ustad nggak bisa datang, yah?" kata SBY, seperti dituturkan kembali oleh Uje.

Uje gembira bukan main. "Ternyata beliau punya perhatian dengan orang muda. Ketidakbisaan gue pun dimaklumi," ujar Uje. Untuk menggantikan itu, rencananya Uje akan memberikan ceramah di Istana Negara pada 25 Oktober.

Kamis malam pekan lalu hingga subuh keesokan harinya, Gatra mengikuti keseharian Uje. Dimulai dari ceramah tarawih bertemakan Nuzulul Quran di Masjid Pondok Indah. Uje dijadwalkan memberi ceramah usai salat tarawih dan witir.

"Mas, Ustad Jeffry sudah ceramah belum?" tanya seorang remaja pria yang berdiri di dekat Gatra. Remaja itu baru datang bersama pacarnya. Padahal, salat tarawih sudah rakaat keempat. "Kami mau lihat Ustad Jeffry nih," sambungnya.

Mendengar kejadian itu, Uje mengaku prihatin. "Udah jarang gue denger orang bilang mau pergi ngaji ke tempat A. Malah yang ada sekarang kebanyakan bilang mau pergi nonton si B di tempat A. Iya, kan?" kata Uje. Pernah ada kejadian. Ia bersanding dengan seorang ulama besar yang dianggapnya punya tingkat keilmuan amat tinggi. Mungkin karena Uje sering muncul di televisi, usai ceramah, malah ia yang dikejar-kejar jamaah. "Saat itu juga gue nangis," katanya.

Uje pertama muncul di TV tiga tahun lalu. Ia diberi kesempatan memberi sedikit ceramah dan membawakan doa dalam acara "Salam Sahur (Salsa)" TV7. Penampilannya hari itu bisa membuat para bintang tamu menangis dan termenung. Akhirnya, Uje diminta mengisi acara yang sama keesokan harinya. Setahun kemudian, Uje tampil di acara sama. Ia dikontrak satu bulan penuh. Lantas, Ramadan tahun lalu, Uje tampil di acara tausiah setelah azan magrib di TPI dan mengisi tujuh episode acara "Kumis Remaja" setiap Ahad pagi.

Usai ceramah, sekitar pukul 21.30, Uje langsung diboyong masuk ke dalam KIA Carnival bernomor polisi B-8258-LJ miliknya. Kemudian meluncur ke sebuah kafe, masih di kawasan Pondok Indah. "Dari tadi belum makan nih," katanya. Setelah makan bersama istri (anaknya ditinggal di rumah), umi, dan manajemennya, sekitar pukul 11 malam, Uje kembali ke rumahnya di Jalan Pinang Mas, Pondok Indah.
Image Hosted by ImageShack.us
BERTEMU DENGAN PAK DODING
Ivan N. Patmadiwira/Gatra

Begitu turun dari mobil, Uje langsung menyambangi seorang lelaki paruh baya yang sedang berdiri memegangi sepeda. Pak Doding, nama pria itu, dikenal sebagai tukang jam. Ia tidak memiliki kaki kanan tapi punya semangat dan usaha yang keras. Uje langsung menyalami pria itu. "Assalamualaikum, apa kabar, Pak?" sapa Uje. Kemudian dialog pun berlanjut akrab.

Pak Doding pernah masuk dalam acara "Uang Kaget" yang ditayangkan RCTI dan harus menghabiskan uang Rp 10 juta. Waktu itu, Pak Doding membeli sejumlah barang berharga, termasuk sebuah lemari es dan emas 30 gram. Tujuannya menemui Uje untuk minta bantuan.

Ia sedang membutuhkan uang dan berniat menjual lemari esnya. Sudah ada yang menawar, tapi harganya belum sesuai. Akhirnya, Pak Doding memutuskan minta bantuan Uje. "Ya udah, itu kulkas taruh di sini aja. Bapak beli berapa, nanti saya bayar segitu," kata Uje. "Terima kasih banyak, Ustad," balas Pak Doding.

Setelah bercakap-cakap, Uje kemudian masuk ke rumah bertingkat dua yang berdiri di atas tanah seluas 300-an meter persegi. Di dalam rumahnya sudah ada sejumlah wartawan, fotografer, yang menunggunya sejak siang hari. "Assalamualaikum. Maaf, ya, sudah nunggu kelamaan, ya," sapa Uje. Satu per satu tamunya disalami.

Uje sedang berada di puncak popularitas. Baju koko yang dipakainya jadi tren. "Ini baju koko Ustad Jeffry," begitulah yang diteriakkan pedagang. Uje tak marah namanya jadi merek dagang. Ia menyikapinya dengan berbaik sangka. "Minimal, orang lain sudah mau ke mana-mana dengan berpakaian muslim," kata Uje.

Sebenarnya, Uje mengaku sempat berpakaian gamis panjang lengkap dengan serban, yang dipakainya ke mana-mana. Bahkan ke mal sekalipun. Lama-kelamaan, ia berpikir, kalau mau masuk ke segmen remaja, tidak bisa dengan cara itu. "Akhirnya gue masuk dengan gaya remaja aja deh," katanya.

Segmen remaja dipilih karena Uje merasa baru melewati masa itu dan punya pengalaman seperti apa menjadi remaja. Ia juga berkaca pada konsep dakwah Rasulullah yang menjadikan pemuda sebagai sasaran, karena mereka bakal menjadi pemimpin di masa mendatang. "Pemuda itu pilar," ia menegaskan.

Uje bisa berceramah tiga sampai empat kali dalam sehari. Setiap Senin malam pekan pertama dan ketiga, di rumahnya rutin diadakan pengajian "I Like Monday". Uje juga mengetahui ada beberapa jamaahnya yang selalu mengikuti ke mana pun ia berceramah. Mereka pengusaha muda yang usianya hanya sedikit lebih tua dari Uje.

Pukul 12.30, Uje pamit untuk tidur. Namun sejenak ia mampir ke meja makan, menyantap hidangan buka puasa yang ada di sana berikut beberapa butir kurma. "Nanti kita pergi ke SCTV jam setengah duaan, ya," kata Uje sambil menaiki tangga ke lantai II rumahnya.Sejam kemudian, Uje dibangunkan asistennya. Sejurus kemudian, kami pun meluncur ke Studio Penta SCTV, Kebon Jeruk, melibas kegelapan malam dan kebisingan trek-trekan motor. Saat di mobil itulah merupakan momen tepat bagi Uje untuk sekadar memejamkan mata.

Uje sangat suka bercanda dengan istri dan kedua anaknya. Juga main PlayStation-2 Portable, game balap, sampai puzzle. Ia juga kerap membawa anak-anaknya bermain di Timezone atau sekadar main boling. "Tapi sampai sekarang gue belum bisa-bisa main boling," tutur Uje.

Uje mengakui, secara keilmuan masih amat kurang. Ceramah yang disampaikannya kurang sistematis. "Obrolan gue biasa kok, nggak menggunakan bahasa yang jelimet. Bicara dengan bahasa qolbu," kata penyuka warna hijau ini. Pemilik kelompok bimbingan ibadah haji Ihram ini bercita-cita memperbesar majelisnya menjadi sebuah yayasan. Untuk menopang itu, Uje berencana membuat agen perjalanan. Kalau usaha itu besar, ia bercita-cita tidak lagi memungut bayaran apabila diundang berceramah.

Satu hal lagi yang ingin diwujudkan oleh Uje, mengabulkan keinginan orangtuanya. Yakni membangun sebuah tempat pendidikan di lahan seluas setengah hektare di wilayah Nagrak (dekat Cikeas). "Gue ingin orang bukan pergi ke sana, tapi pulang," ungkapnya. Ia pun berencana pindah ke sana. "Supaya bisa lebih istikamah," katanya.

Selepas syuting acara sahur itu, kami langsung pulang ke rumah Uje. Menunaikan salat subuh. Setelah salat, Uje kembali tidur hingga sekitar pukul 10.00. Kemudian melanjutkan kembali aktivitas ceramah kelilingnya.

Eric Samantha

(Rubrik Laporan Utama Gatra, No. 50 Tahun XI # 29 Oktober 2005)

Undangan Istimewa Andre Stinky

Image Hosted by ImageShack.us
Imam Sukamto/Gatra

SEMASA menjadi vokalis band Stinky, Andre Taulany, 31 tahun, tak pernah bertemu dengan pejabat negara. Apalagi bercakap cakap dengan seorang presiden. Eh, peruntungan pria kelahiran Jakarta itu berubah ketika mencoba karier di dunia sinetron.

Berkat perannya sebagai Fandy dalam sinetron Kiamat Sudah Dekat, dua pekan lalu ia diundang ke Istana Negara oleh Presiden SBY. Rupanya SBY termasuk penonton setia serial itu. “Seorang presiden, yang tentunya sibuk, ternyata ngefans sama sinetron yang gue bintangin,” kata Andre, bangga, kepada Eric Samantha dari GATRA.

Di istana, selain memperbincangkan Kiamat Sudah Dekat, SBY juga memberikan plakat yang di atasnya diabadikan puisi bertema ikhlas karangan “RI 1” itu, lengkap dengan tanda tangan dan foto kepada Andre dan Deddy Mizwar, pemain dan produser sinetron itu. Komplit deh kebanggaan Andre. Berkah layar kaca tak hanya sampai di situ sebenarnya. Sejak wajahnya wara wiri di televisi, Andre kebanjiran order menyanyi solo.

(Rubrik Apa & Siapa Gatra, No. 01 Tahun XII # 19 November 2005)

Isi Bolong Dhini Aminarti

Image Hosted by ImageShack.us
Ivan N. Patmadiwiria/Gatra

MANUSIA tanpa salat lima waktu ibarat rumah tanpa tiang. Begitu sepenggal pesan orangtua yang selalu terngiang di telinga Dhini Aminarti, 22 tahun. Sayangnya, dara cantik pemeran Tia dalam sinetron Si Cantik dan Si Buruk Rupaini belum sepenuhnya memiliki tiang itu. Salatnya masih belum sempurna alias sering bolong.

Nah, bagi putri sulung dari dua bersaudara pasangan Machfud Bambang dan Nina Shahab ini, bulan Ramadan merupakan momen tepat untuk menutupi tiang-tiang yang bolong tadi. “Ibadah di bulan puasa harus lebih dari yang biasanya,” katanya kepada Eric Samantha dari GATRA.

Sayangnya, Dhini merasa masih tidak bisa berbuat maksimal karena sering terjebak kesibukan. Apalagi, hampir setiap bulan puasa, jadwal syuting malah lebih padat dari hari-hari biasanya. “Untuk mengantisipasi libur Lebaran, Natal, dan Tahun Baru,” katanya. Lho, yang bolong-bolong itu?

(Rubrik Apa & Siapa Gatra, No. 51 Tahun XI # 05 November 2005)

Putus-Sambung Andika Peterpan

Image Hosted by ImageShack.us
Imam Sukamto/Gatra

CINTA lama bersemi kembali. Kira-kira begitu gambaran kisah asmara Andika Naliputra Wirahardja, 24 tahun, dan Farah Hoesen, 25 tahun. Awalnya, pemain keyboard Peterpan ini dan Farah adalah teman sekelas di SD Banjarsari, Jalan Merdeka, Bandung. Meski tak lagi satu sekolah sejak SMP, mereka masih sesekali bertemu. Kemudian benih-benih cinta Andika pada Farah mulai tumbuh di masa SMA.

Andika mencoba menyatakan cintanya pada Farah. Namun dengan tegas Farah menolak. “Gue ditolak dua kali,” kata Andika, seperti dituturkan kepada Eric Samantha dari GATRA. Selepas SMA, keduanya putus kontak. Apalagi setelah Andika menikah pada 1998 (walau kandas awal tahun 2000).

Suatu hari pada Februari tahun lalu, Andika menghadiri acara syukuran di rumah famili Ariel, vokalis Peterpan. Ternyata, penghuni rumah itu adalah teman kuliah Farah. Berawal dari obrolan santai, nomor ponsel Farah pun tersimpan ke dalam phonebook Andika. Lalu selama sebulan Andika mencoba menelepon dara keturunan Arab itu.

Tapi hanya kotak suara yang menerima. “Farah punya dua nomor. Gue nggak dikasih nomor yang satu lagi,” ungkap Andika, yang pada 27 November ini genap berusia 25 tahun. Meski Farah tahu Andika mencoba menghubunginya, toh ia cuek dan tidak berusaha menghubungi balik. “Dari dulu tuh Farah orangnya emang cuek,” Andika menambahkan.

Suatu kali, di sela-sela tur Peterpan, Andika menelepon Farah. Nyambung! Percakapan pun berujung janjian bertemu di Bandara Soekarno-Hatta. Awal Maret tahun lalu, Andika kembali menyatakan cintanya pada Farah. Kali ini, ia menerima jawaban berbeda. Setelah memadu kasih lebih dari satu setengah tahun, akhirnya Andika memutuskan kembali membina rumah tangga dan meminta kesediaan Farah menjadi istrinya. “Untung saja Farah bilang iya. Soalnya, gue nggak tahu apakah siap untuk menerima kata tidak,” ujar Andika.

Selasa pagi pekan lalu, bertempat di Masjid Baiturrahman, kompleks MPR/DPRRI, Jakarta, keduanya mengikrarkan diri dalam satu jalinan pernikahan. “Kata orang-orang, menikah di bulan Syawal baik,” tutur Andika, santai. Bahkan, menurut hitung-hitungan adat Sunda, lanjut Andika, hari itu adalah hari turunnya dunia yang berarti turunnya rezeki yang berlimpah. Benar juga. Ahad lalu, Peterpan menggelar konser di Dili, Timor Leste, dilanjutkan tur ke Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, dan baru berakhir 10 Desember.

(Rubrik Apa & Siapa Gatra, No. 01 Tahun XII # 19 November 2005)

Saluran Energi Tere

Image Hosted by ImageShack.us
Ivan N. Patmadiwiria/Gatra

JANGAN coba-coba mengganggu Tere, 26 tahun, di jalan. Kalau tidak, ciaaat...! Tinju pun melayang. Pasalnya, cewek cantik bernama asli Annisa Theresia Ebenna Ezeria Pardede ini sudah mulai menguasai Thai boxing. Penyanyi yang beberapa pekan lalu merilis album ketiganya bertajuk “Begitu Berharga” ini mengaku tertarik dengan bela diri sejak masih kecil. Tapi, belum bisa terwujud karena tidak diizinkan orangtua plus belum mempunyai daya finansial untuk les sendiri.

Istri Eka Nugraha ini mengetahui Thai boxing dari Sita, personel RSD. Begitu diajak, Tere tidak langsung mengiyakan. Tapi, ia mencaritahu dulu via internet. Setelah tahu, Tere merasa terwakili dengan semangat Thai boxing. “Gue merasa energi berlebih yang gue punya bisa tersalurkan ke arah yang positif sekaligus gue bisa jadi lebih sehat,” ungkap Tere kepada Eric Samantha dari GATRA.

Untuk itu, mulai Januari lalu, saban Selasa-Jumat, Tere berlatih selama dua jam di salah satu gimnasium di kawasan Panglima Polim. Efek langsung yang dirasakan. Tere, yaitu berat badannya bisa stabil di 48 kilogram. Namun, lama-kelamaan, ia sadar kalau bela diri yang ditekuninya itu termasuk olahraga keras. Tere pun butuh penyeimbang. “Kayanya, gue mau coba aikido yang memanfaatkan tenaga lawan deh,” katanya, serius.

(Rubrik Apa & Siapa Gatra, No. 03 Tahun XII # 3 Desember 2005)

Yogya-Surabaya Menunggang Garpu Tala

Naik motor ke luar kota sedang nge-trend di Indonesia. Yamaha menyambut gairah itu dengan menggelar rangkaian event touring se-Asia Tenggara dengan Jupiter MX.

Image Hosted by ImageShack.us
Eric Samantha/Gatra

APA enaknya naik motor jarak jauh? Pertanyaan itu dijawab Yamaha dengan menggelar Pan ASEAN Tour “It’s Exciting” pada 18 November hingga 10 Desember 2005 itu. Bersama 16 pengendara Jupiter MX —pembalap dan mantan pembalap se-Asia Tenggara— GATRA menjadi perwakilan pertama dari media Tanah Air yang mencicipi jalur Yogyakarta-Surabaya.

Awalnya, titik nol dimulai di Bali. Tapi, keburu bom Bali jilid II meledak. Sehingga, start pun diubah ke kota yang relatif aman tapi masih memadai. “Kita sudah telanjur komitmen dengan faktor waktu dan jarak,” kata Herry Setianto, Promotion Manager PT Yamaha Motor Kencana Indonesia (YMKI) yang sekaligus sebagai Ketua Penyelenggara “Jupiter MX ASEAN Touring-Indonesia”.

Akhirnya, titik nol dipindahkan ke Benteng Vredeburg, Jalan Malioboro, Yogyakarta. Sebelum start, setiap pengendara, termasuk Bambang Asmarabudi (GM Promotion YMKI yang ikut sebagai riders) wajib mengikuti tes tekanan darah untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Ada dua kelir Jupiter MX yang digunakan dalam touring ini: putih berlukiskan bendera masing-masing peserta dan biru metalik dengan stripping T135.

Karena perjalanan yang ditempuh teramat panjang, faktor keselamatan pun tak luput dari perhatian. Seluruh pengendara wajib mengenakan wear-pack khusus touring yang dibuat di Thailand seharga 45.000 yen, plus helm half-face buatan Arai seharga 40.000 yen, dan sepatu bernilai 15.000 yen.

Dipayungi awan gelap dan rintik hujan, mesin 4 langkah berkapasitas 134,4 cc dinyalakan. Mesin macam ini diyakini mempunyai torsi dan tenaga yang lebih besar. Apalagi dengan pendingin Liquid-Cooled 4-valve. Kompresi bisa mencapai 10,9:1. Hasilnya, akselerasi spontan dengan output tenaga yang stabil serta mengurangi suara berisik pun didapat.

Hanya saja, sistem pendingin ini sepertinya belum bisa mengatasi panas mesin di saat kondisi motor dalam keadaan diam. GATRA, yang sempat mencoba sewaktu masih memakai sandal dan celana katun, merasakan hawa panas tersebut di sekitar kaki. Tapi, itu sudah teratasi begitu motor mulai dijalankan.

Rute pertama menuju Kediri. Tidak ada hambatan yang berarti dalam perjalanan ini. “Di lintasan Jawa belum ada apa-apanya. Lihat saja nanti di Sumatera,” kata surveyor lintasan, Roy Ardianto, mantan pembalap yang pernah menjadi juara nasional Grass Track tahun 1995 lalu. Lucunya, selama perjalanan menuju Kediri sejauh 230 km, kami tidak pernah kehujanan. Tetapi, begitu sampai lokasi, hujan pun mengguyur.

Keesokan hari, perjalanan dilanjutkan menuju Surabaya yang jaraknya sekitar 120 km melewati Jombang dan berhenti untuk makan siang di Mojokerto. Di sana, puluhan motor dari klub Yamaha Surabaya sudah menunggu untuk ikut mengiringi rombongan menuju ‘’kota pahlawan’’.

Rute yang dilalui sedikit lebih menantang bila dibanding sebelumnya. Jalanan lebar dan lumayan banyak tikungan panjang membuat kami bisa nge-bejek gas dalam-dalam dan sedikit merebahkan motor. Suspensi Jupiter MX terbukti andal untuk menaklukkan beragam medan. “Cukup stabil,” ujar Hardy Fadhillah, jawara kejurnas balap motor tahun 2001 yang menjadi pengendara terdepan. Muchrodin, riders perwakilan klub Yamaha asal Jakarta, mengamini. “Pada kecepatan 100 km/jam masih stabil. Kalau bebek biasa, sudah goyang,” paparnya.

Ada-ada saja yang dilakukan para ridersuntuk mengatasi kejenuhan di perjalanan. Lezter R. Dizon dan Dino R. Directo misalnya. Kalau sudah jenuh, kedua jurnalis asal Filipina ini mengendarai motor berzigzag. Malah, sesekali, jalan beriringan sambil mengobrol meskipun dalam kecepatan relatif tinggi.

Di Mojokerto, Dino mengalami kecelakaan tunggal. Saat ia mengerem mendadak, rem depan cakram tunggal diameter 220 mm dan belakang tromol dengan bahan non-asbestos langsung bekerja. Sialnya, posisi motornya sedang di atas jalan berpasir. Tak bisa dielakkan, motornya pun slip dan Dino langsung membuang badannya ke kiri jalan. “Safety first, safety first,” kata Dino sambil menyeka debu yang menempel pada jaketnya dan tertawa kecil.

GATRA terpaksa menghentikan perjalanan hingga Surabaya untuk memenuhi tenggat tulisan. Sementara itu, tim test ride meneruskan perjalanan lintas Pantura, lalu ke Sumatera, kemudian menembus Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, hingga Filipina. Total jarak tempuh sekitar 45.000 km dalam waktu 76 hari. Selamat jalan!

ERIC SAMANTHA


Data Teknis Yamaha Jupiter MX 135
Image Hosted by ImageShack.us
Eric Samantha/Gatra

Mesin : 4 langkah, SOHC, 134.4 cc, 4 Klep, pendingin cairan
Diameter x langkah : 54,0 x 58,7 mm
Daya maksimum : 11,33 HP pada 8.500 rpm
Torsi maksimum : 11,65 N.m pada 5.500 rpm
Sistem Pelumasan : Pelumasan Basah
Tipe Transmisi : Rotary 4 percepatan
Kapasitas Bahan Bakar : 4 liter
Dimensi (PxLxT) : 1.945 mm x 705 mm x 1.065 mm
Jarak sumbu roda : 1.245 mm
Berat Kering : 104 kg
Rangka : Diamond Frame
Suspensi f/r : Telescopic Fork / Tunggal atau Monocross
Rem f/r : Cakram Tunggal 220 mm/Tromol ‘Non Asbestos’

(Rubrik Prayojana Gatra, No. 03 Tahun XII # 03 Desember 2005)

Friday, December 23, 2005

Hari Keberuntungan Rindra Padi

Image Hosted by ImageShack.us
Ivan N. Patmadiwiria/Gatra

SETELAH tertunda tiga tahun, Rindra Risyanto Noor, 33 tahun, akhirnya bisa juga mengikuti ujian kode etik notaris, Sabtu dua pekan lalu. Bentroknya jadwal manggung dan ujian membuat pemain bas band Padi ini tak punya waktu mengurus salah satu ujian syarat menjadi notaris tersebut. Padahal, setiap tahun, teman seangkatannya kerap mengingatkan pria kelahiran Samarinda, 5 Desember 1972, ini.

Sialnya, hari itu Rindra salah kostum. Mestinya peserta ujian mengenakan celana katun, kemeja lengan panjang lengkap dengan dasi. Eh, ia malah bercelana jins dan kemeja lengan pendek. Begitu daftar ulang, ia ditegur petugas. Untunglah ada peserta lain yang meminjamkan blazer. Meski begitu, Rindra belum lagi tenang. Ia takut tidak bisa mengikuti ujian lisan. Pasalnya, pukul delapan malam, Padi punya jadwal manggung. Sementara ujian baru dimulai pukul satu siang, dan diikuti 116 peserta.

Lagi-lagi ia beruntung. Statusnya sebagai musisi ternyata banyak menolong selama ujian lisan. Kebetulan tiga pengujinya adalah Sobat Padi, sebutan untuk fans band itu. "Pertanyaan buat aku seputar hal-hal mendasar. Tidak pada peraturan-peraturan yang sulit," ungkap Rindra kepada Eric Samantha dari Gatra. Keberuntungan Rindra makin lengkap karena pukul enam sore ujian itu selesai. Kira-kira lulus nggak? "Pengumumannya masih sebulan lagi. Doain ya!" katanya.

(Rubrik Apa & Siapa Gatra, No. 06 Tahun XII # 24 Desember 2005)