e.r.i.c.s.a.m on media

'a shelter' by: a little journalist

My Photo
Name:
Location: Jakarta,, DKI Jakarta, Indonesia

I am originally from Indonesia. I was a journalist and a construction supervisor for Oil and Gas Company. Now, I am an employee of IT company in Jakarta (ga nyambung ya?hihihi). I currently reside in East Jakarta I hope there is more than 24 hours in a day. Because, I do not think that I have done a lot for my life and for everyone around me. These are my words, memories, experiences, and feelings that I intend to share in these pages. Please enjoy your self...

Saturday, December 24, 2005

Hitam-Putih Ustad Jefri

Dulu ia mengaku “duta setan” di dunia. Kini mengajak anak muda ke jalan Ilahi. Pertama kali ceramah diberi honor Rp 35.000.

Image Hosted by ImageShack.us
JEFRI AL-BUCHORI DAN ISTRI, PIPIK DIAN IRAWATI
Ivan N. Patmadiwira/Gatra

JEFRI Al-Buchori pernah bermimpi cukup aneh. Ia berdiri di puncak satu tangga bersama anak kecil. Ia melihat dunia luluh lantak. Beberapa malam kemudian, gambaran seolah-olah dunia mau kiamat mampir dalam mimpinya. Perasaan takut mati datang mendera.

Tidur pun tak pernah nyenyak. Rasanya seperti disiksa. Berulang kali terbangun dengan napas sesak. Sempat juga dalam mimpinya ia didatangi sesosok makhluk teramat indah yang tak terlukiskan dengan kata-kata. "Sepertinya, mimpi itu isyarat sebelum gue dapat hidayah," kata Uje, begitu ia disapa. Waktu itu, usianya masih 27 tahun.

Tak lama setelah itu, suatu hari di tahun 2000, kakaknya (almarhum) harus meninggalkan Tanah Air untuk menjadi imam besar sebuah masjid di Singapura. Padahal, serentetan jadwal khotbah di masjid-masjid dekat rumahnya, di wilayah Pangeran Jayakarta, Jakarta, harus tetap diisi. Akhirnya, Uje-lah yang diberi amanat menggantikannya.

Ia berdakwah pertama kali di sebuah masjid di Mangga Dua. Pipik Dian Irawati, istrinya, menuliskan teks dakwah yang mesti disampaikan saat itu. Hasilnya, honor ceramah sebesar Rp 35.000 dia bawa pulang dan langsung diberikan kepada istrinya. "Inilah rezeki halal pertama yang saya kasih ke kamu," kata Uje kepada Pipik, sambil terisak-isak.

Perjalanan dakwah Uje tak berlangsung mulus. Pada sebuah kesempatan, imam masjid dekat rumahnya meminta dia jadi imam. Ia memberi kepercayaan karena tahu Uje bagus membaca ayat suci Al-Quran.

Tapi, apa yang terjadi? Jamaah masjid itu bubar. Tidak mau diimami oleh Uje. "Ngapain salat diimami sama tukang mabok," kata seorang jamaah, yang dituturkan kembali oleh Pipik. Uje sempat down kala itu. Ia berpikir, menjadi imam saja bubar, gimana mau berdakwah. Keluarga mendorongnya untuk terus maju.

Pria kelahiran Jakarta, 12 April 1973, ini memiliki masa lalu kelam. Masa kecil dan remajanya dihabiskan di daerah Pangeran Jayakarta. Lingkungannya amat dekat dengan bar dan diskotek. Untunglah, anak ketiga dari lima bersaudara ini berada di lingkungan keluarga yang taat agama.

Semasa sekolah, Uje amat menyenangi pelajaran agama dan kesenian. Bahkan, sewaktu sekolah di SD 07 Karang Anyar, Uje tidak sempat merasakan bangku kelas IV. Ia loncat dari kelas III ke kelas V. Selepas SD, Uje dan kakaknya masuk ke sebuah pesantren modern di Balaraja, Tangerang. Orangtuanya ingin mereka lebih mendalami pelajaran agama.

Namun, di pesantren itu, Uje terbilang nakal. Saat teman-temannya menunaikan salat, ia diam-diam tidur. Atau kabur dari pesantren untuk main dan nonton di bioskop. Meski sering ketahuan, Uje tak pernah jera. Di situlah Uje dianggap memiliki kepribadian ganda. Di satu sisi, ia senang sekali membaca Al-Quran. Di sisi lain, tak bisa menolak bila diajak nakal.

Uje sempat terjerat obat-obatan terlarang. Hampir segala produk kemaksiatan pernah dicobanya. "Gue itu dulu dutanya setan di dunia," ujarnya. Puncaknya, Uje keluar dari pesantren. Mestinya ia menempuh pendidikan itu selama enam tahun. Tapi hanya empat tahun yang ia jalani. Kemudian orangtuanya memasukkan Uje ke sekolah aliyah (setingkat SMA). Eh, malah kenakalannya makin menjadi-jadi.

Lulus SMA pada 1990, pendidikan formalnya dilanjutkan ke bangku akademi broadcasting di daerah Rawamangun. Sialnya, persis di depan kampus, terletak sebuah wahana bilyar. "Kuliah gue nggak selesai karena main bilyar melulu," katanya.

Di sela-sela "kesibukannya" main bilyar, Uje kerap menyempatkan diri nongkrong di Institut Kesenian Jakarta. Ia iseng mengamati para pemain sinetron. Di kala para pemain sinetron sedang latihan, kadang-kadang Uje menggantikan salah satunya. Ia pun ikut casting dan mendapat peran.

Salah satu sinetron yang sempat dibintanginya adalah Pendekar Halilintar. Karier sebagai pemain sinetron terus dijalaninya hingga ia merasa mantap di dunia itu. Apalagi, Uje pernah dinobatkan sebagai pemeran pria terbaik dalam Sepekan Sinetron Remaja yang diadakan TVRI pada 1991.

Pada saat-saat tak menentu itu, datang Pipik, seorang model gadis sampul majalah Aneka tahun 1995 asal Semarang, Jawa Tengah. Meski Uje masih berstatus sebagai pecandu, Pipik bersedia dinikahi siri pada 9 September 1999. Dua bulan kemudian, mereka menikah resmi di Semarang. "Tatapan matanya yang tajam dan karismanya membuat saya jatuh hati," ujar Pipik, tersipu-sipu.

Sekarang Uje jadi sosok idola dan dikagumi. "Tidak percaya kalau berubahnya akan sejauh ini," ungkap Pipik. RI-1 termasuk yang memperhatikannya. Lewat Setneg, Uje diminta SBY memberi ceramah dalam sebuah acara di Kawasan Jababeka pada 12 Oktober lalu. Tapi Uje berhalangan hadir karena sudah ada jadwal ke Yogyakarta terlebih dahulu.

Ketika menghadiri acara penyerahan penghargaan pembayar pajak ke-10 juta, SBY membisikkan sesuatu pada saat bersalaman dengannya. "Tanggal 12 kemarin, Ustad nggak bisa datang, yah?" kata SBY, seperti dituturkan kembali oleh Uje.

Uje gembira bukan main. "Ternyata beliau punya perhatian dengan orang muda. Ketidakbisaan gue pun dimaklumi," ujar Uje. Untuk menggantikan itu, rencananya Uje akan memberikan ceramah di Istana Negara pada 25 Oktober.

Kamis malam pekan lalu hingga subuh keesokan harinya, Gatra mengikuti keseharian Uje. Dimulai dari ceramah tarawih bertemakan Nuzulul Quran di Masjid Pondok Indah. Uje dijadwalkan memberi ceramah usai salat tarawih dan witir.

"Mas, Ustad Jeffry sudah ceramah belum?" tanya seorang remaja pria yang berdiri di dekat Gatra. Remaja itu baru datang bersama pacarnya. Padahal, salat tarawih sudah rakaat keempat. "Kami mau lihat Ustad Jeffry nih," sambungnya.

Mendengar kejadian itu, Uje mengaku prihatin. "Udah jarang gue denger orang bilang mau pergi ngaji ke tempat A. Malah yang ada sekarang kebanyakan bilang mau pergi nonton si B di tempat A. Iya, kan?" kata Uje. Pernah ada kejadian. Ia bersanding dengan seorang ulama besar yang dianggapnya punya tingkat keilmuan amat tinggi. Mungkin karena Uje sering muncul di televisi, usai ceramah, malah ia yang dikejar-kejar jamaah. "Saat itu juga gue nangis," katanya.

Uje pertama muncul di TV tiga tahun lalu. Ia diberi kesempatan memberi sedikit ceramah dan membawakan doa dalam acara "Salam Sahur (Salsa)" TV7. Penampilannya hari itu bisa membuat para bintang tamu menangis dan termenung. Akhirnya, Uje diminta mengisi acara yang sama keesokan harinya. Setahun kemudian, Uje tampil di acara sama. Ia dikontrak satu bulan penuh. Lantas, Ramadan tahun lalu, Uje tampil di acara tausiah setelah azan magrib di TPI dan mengisi tujuh episode acara "Kumis Remaja" setiap Ahad pagi.

Usai ceramah, sekitar pukul 21.30, Uje langsung diboyong masuk ke dalam KIA Carnival bernomor polisi B-8258-LJ miliknya. Kemudian meluncur ke sebuah kafe, masih di kawasan Pondok Indah. "Dari tadi belum makan nih," katanya. Setelah makan bersama istri (anaknya ditinggal di rumah), umi, dan manajemennya, sekitar pukul 11 malam, Uje kembali ke rumahnya di Jalan Pinang Mas, Pondok Indah.
Image Hosted by ImageShack.us
BERTEMU DENGAN PAK DODING
Ivan N. Patmadiwira/Gatra

Begitu turun dari mobil, Uje langsung menyambangi seorang lelaki paruh baya yang sedang berdiri memegangi sepeda. Pak Doding, nama pria itu, dikenal sebagai tukang jam. Ia tidak memiliki kaki kanan tapi punya semangat dan usaha yang keras. Uje langsung menyalami pria itu. "Assalamualaikum, apa kabar, Pak?" sapa Uje. Kemudian dialog pun berlanjut akrab.

Pak Doding pernah masuk dalam acara "Uang Kaget" yang ditayangkan RCTI dan harus menghabiskan uang Rp 10 juta. Waktu itu, Pak Doding membeli sejumlah barang berharga, termasuk sebuah lemari es dan emas 30 gram. Tujuannya menemui Uje untuk minta bantuan.

Ia sedang membutuhkan uang dan berniat menjual lemari esnya. Sudah ada yang menawar, tapi harganya belum sesuai. Akhirnya, Pak Doding memutuskan minta bantuan Uje. "Ya udah, itu kulkas taruh di sini aja. Bapak beli berapa, nanti saya bayar segitu," kata Uje. "Terima kasih banyak, Ustad," balas Pak Doding.

Setelah bercakap-cakap, Uje kemudian masuk ke rumah bertingkat dua yang berdiri di atas tanah seluas 300-an meter persegi. Di dalam rumahnya sudah ada sejumlah wartawan, fotografer, yang menunggunya sejak siang hari. "Assalamualaikum. Maaf, ya, sudah nunggu kelamaan, ya," sapa Uje. Satu per satu tamunya disalami.

Uje sedang berada di puncak popularitas. Baju koko yang dipakainya jadi tren. "Ini baju koko Ustad Jeffry," begitulah yang diteriakkan pedagang. Uje tak marah namanya jadi merek dagang. Ia menyikapinya dengan berbaik sangka. "Minimal, orang lain sudah mau ke mana-mana dengan berpakaian muslim," kata Uje.

Sebenarnya, Uje mengaku sempat berpakaian gamis panjang lengkap dengan serban, yang dipakainya ke mana-mana. Bahkan ke mal sekalipun. Lama-kelamaan, ia berpikir, kalau mau masuk ke segmen remaja, tidak bisa dengan cara itu. "Akhirnya gue masuk dengan gaya remaja aja deh," katanya.

Segmen remaja dipilih karena Uje merasa baru melewati masa itu dan punya pengalaman seperti apa menjadi remaja. Ia juga berkaca pada konsep dakwah Rasulullah yang menjadikan pemuda sebagai sasaran, karena mereka bakal menjadi pemimpin di masa mendatang. "Pemuda itu pilar," ia menegaskan.

Uje bisa berceramah tiga sampai empat kali dalam sehari. Setiap Senin malam pekan pertama dan ketiga, di rumahnya rutin diadakan pengajian "I Like Monday". Uje juga mengetahui ada beberapa jamaahnya yang selalu mengikuti ke mana pun ia berceramah. Mereka pengusaha muda yang usianya hanya sedikit lebih tua dari Uje.

Pukul 12.30, Uje pamit untuk tidur. Namun sejenak ia mampir ke meja makan, menyantap hidangan buka puasa yang ada di sana berikut beberapa butir kurma. "Nanti kita pergi ke SCTV jam setengah duaan, ya," kata Uje sambil menaiki tangga ke lantai II rumahnya.Sejam kemudian, Uje dibangunkan asistennya. Sejurus kemudian, kami pun meluncur ke Studio Penta SCTV, Kebon Jeruk, melibas kegelapan malam dan kebisingan trek-trekan motor. Saat di mobil itulah merupakan momen tepat bagi Uje untuk sekadar memejamkan mata.

Uje sangat suka bercanda dengan istri dan kedua anaknya. Juga main PlayStation-2 Portable, game balap, sampai puzzle. Ia juga kerap membawa anak-anaknya bermain di Timezone atau sekadar main boling. "Tapi sampai sekarang gue belum bisa-bisa main boling," tutur Uje.

Uje mengakui, secara keilmuan masih amat kurang. Ceramah yang disampaikannya kurang sistematis. "Obrolan gue biasa kok, nggak menggunakan bahasa yang jelimet. Bicara dengan bahasa qolbu," kata penyuka warna hijau ini. Pemilik kelompok bimbingan ibadah haji Ihram ini bercita-cita memperbesar majelisnya menjadi sebuah yayasan. Untuk menopang itu, Uje berencana membuat agen perjalanan. Kalau usaha itu besar, ia bercita-cita tidak lagi memungut bayaran apabila diundang berceramah.

Satu hal lagi yang ingin diwujudkan oleh Uje, mengabulkan keinginan orangtuanya. Yakni membangun sebuah tempat pendidikan di lahan seluas setengah hektare di wilayah Nagrak (dekat Cikeas). "Gue ingin orang bukan pergi ke sana, tapi pulang," ungkapnya. Ia pun berencana pindah ke sana. "Supaya bisa lebih istikamah," katanya.

Selepas syuting acara sahur itu, kami langsung pulang ke rumah Uje. Menunaikan salat subuh. Setelah salat, Uje kembali tidur hingga sekitar pukul 10.00. Kemudian melanjutkan kembali aktivitas ceramah kelilingnya.

Eric Samantha

(Rubrik Laporan Utama Gatra, No. 50 Tahun XI # 29 Oktober 2005)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home